Makalah
“Demokrasi
Ekonomi Indonesia”
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Struktur Mata Kuliah
Sistem Ekonomi Indonesia
Dosen Pengampu: Tisna Djaja, SE., M.Si
Disusun
oleh :
Kelompok
4
Kelas:
G/III
1.
Sri Nasriyah Jayid (1138010248)
2.
Tini Nia Sonia (1138010262)
3.
Tsany Nasrul Rahman (1138010265)
4.
Willy Maha Iswara (1138010275)
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sistem perekonomian adalah
sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan sumber daya yang
dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut. Sistem
perekonomian juga dapat diartikan sebagai cara suatu bangsa atau Negara untuk
mengatur kehidupan ekonominya agar tercapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi
rakyatnya.
Perbedaan mendasar antara
sebuah sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya adalah bagaimana cara
sistem itu mengatur faktor produksinya. Dalam beberapa sistem, seorang individu
boleh memiliki semua faktor produksi. Sementara dalam sistem lainnya, semua
faktor tersebut di pegang oleh pemerintah. Kebanyakan sistem ekonomi di dunia
berada di antara dua sistem ekstrim tersebut.
Selain faktor produksi,
sistem ekonomi juga dapat dibedakan dari cara sistem tersebut mengatur produksi
dan alokasi. Sebuah perekonomian terencana (planned economies) memberikan hak
kepada pemerintah untuk mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi hasil produksi.
Sementara pada perekonomian pasar (market economic), pasar lah yang mengatur
faktor-faktor produksi dan alokasi barang dan jasa melalui penawaran dan
permintaan.
Pemerintah
perlu mendukung dan melindungi para pelaku ekonomi atau masyarakat ekonomi lemah
demikian pula terhadap para pengusaha muda, dengan berbagai kebijakan yang
meringankan, sehingga pada akhirnya dapat tumbuh mandiri.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat
dirumuskan permasalahannya adalah :
- Landasan Sistem Ekonomi
Indonesia
- Pokok Pemikiran Bung
Hatta
- Tujuan Sistem Ekonomi
Indonesia
- Struktur Ekonomi Yang
Mempengaruhi SEI
- Evolusi Sistem Ekonomi Indonesia
1.3
Tujuan Penulisan
- Untuk Mengetahui
Landasan Sistem Ekonomi Indonesia
- Untuk Mengetahui
Pokok Pemikiran Bung Hatta
- Untuk Mengetahui
Tujuan Sistem Ekonomi Indonesia
- Untuk Mengetahui
Struktur Ekonomi Yang Mempengaruhi SEI
- Untuk Mengetahui Evolusi Sistem Ekonomi Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
LANDASAN SISTEM EKONOMI INDONESIA
Secara
normatif landasan idiil sistem ekonomi
Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian maka sistem ekonomi
Indonesia adalah sistem ekonomi yang berorientasi kepada Ketuhanan Yang Maha
Esa (berlakunya etik dan moral agama, bukan materialisme), Kemanusiaan yang adil dan beradab (tidak mengenal
pemerasan atau eksploitasi), Persatuan Indonesia (berlakunya kebersamaan, asas
kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dalam ekonomi), Kerakyatan
(mengutamakan kehidupan ekonomi rakyat dan hajat hidup orang banyak), serta Keadilan
Sosial (persamaan atau emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama bukan
kemakmuran orang-seorang).[1]
Dari
butir-butir di atas, keadilan menjadi sangat utama di dalam sistem ekonomi
Indonesia. Keadilan merupakan titik-tolak, proses dan tujuan sekaligus.
Pasal 33 UUD
1945 adalah pasal utama bertumpunya sistem ekonomi Indonesia yang berdasar
Pancasila, dengan kelengkapannya, yaitu
Pasal-pasal 18, 23, 27 (ayat 2) dan 34.
Berdasarkan
TAP MPRS XXIII/1966, ditetapkanlah butir-butir Demokrasi Ekonomi (kemudian
menjadi ketentuan dalam GBHN 1973, 1978, 1983, 1988), yang meliputi penegasan
berlakunya Pasal-Pasal 33, 34, 27 (ayat 2), 23 dan butir-butir yang berasal
dari Pasal-Pasal UUDS tentang hak
milik yuang berfungsi sosial dan kebebasan memilih jenis pekerjaan. Dalam GBHN
1993 butir-butir Demokrasi Ekonomi ditambah dengan unsur Pasal 18 UUD 1945.
Dalam GBHN 1998 dan GBHN 1999, butir-butir Demokrasi Ekonomi tidak disebut lagi
dan diperkirakan “dikembalikan” ke dalam Pasal-Pasal asli UUD 1945.
Landasan normatif-imperatif
ini mengandung tuntunan etik dan moral luhur, yang menempatkan rakyat pada
posisi mulianya, rakyat sebagai pemegang kedaulatan, rakyat sebagai ummat yang
dimuliakan Tuhan, yang hidup dalam persaudaraan satu sama lain, saling
tolong-menolong dan bergotong-royong.
Di dalam
usaha-usaha membina sistem eonomi yang khas bagi Indonesia, kiranya, sebaiknya
kita berpegang pada pokok-pokok fikiran sebagaimana tercantum dalam Pancasila,
khususnya dokumen "Lahirnya Pancasila" dan UUD 45, khususnya pasal-pasal
23, 27, 33 dan 34.
Dari Pancasila
adalah sila "Keadilan Sosial" yang paling relevan untuk ekonomi. Sila
ini mengandung dua makna, yakni sebagai prinsip pembagian pendapatan yang adil
dan prinsip demokrasi ekonomi.
Ditempatkan
dalam persepketif sejarah maka hasrat ingin mengejar pembagian pendapatan yang
adil mudah difahami. Pembagian pendapatan di masa penjajahan adalah sangat
tidak adil. Kurang daripada 3% dari jumlah penduduk [yang terutama adalah
bangsa asing] menerima lebih dari 25% dari pendapatan nasional Indonesia.
Karenanya, maka pola pembagian pendapatan serupa ini perlu dirombak secara
drastis.
Akan tetapi
yang dikejar bukan saja "masyarakat yang adil dalam pembagian
pendapatannya" tapi juga "masyarakat yang makmur". Ini berarti
bahwa tingkat pertumbuhan dari pendapatan nasional harus juga meningkat.
Di masa
penjajahan, pertumbuhan eonomi berlangsung berdasarkan free fight competition
liberalism. Dalam pertarungan kompetisi ekonomi serupa ini, bangsa Indonesia
tertinggal oleh karena tidak memiliki alat-alat produksi yang compatible. Maka
sistem ekonomi liberal serupa ini menambahkan ketidakadilan dalam pembagian
pendapatan, karena yang ekonomi kuat, semakin kuat, sedangkan yang lemah
ketinggalan.
Guna
menghindari pengalaman pahit serupa inilah, sila "Keadilan Sosial"
menekankan perlunya: demokrasi ekonomi. Hakekatnya adalah suatu medezeggenschap
di dalam unit ekonomi (pabrik, perusahaan, ekonomi negara dan lain-lain).
Prinsip
demokrasi ekonomi ini terjelma dalam UUD 45 pasal 23, 27, 33 dan 34. Di dalam
pasal 23 yang menonjol adalah hak budget DPR-GR. Ini berarti bahwa pemerintah
boleh menginginkan rupa-rupa hal, rencana dan proyek, akan tetapi pada instansi
terakhir adalah rakyat sendiri yang memutuskan apakah rencana atau proyek bakal
dilaksanakan, oleh karena hak-budget, hal menetapkan sumber penerimaan negara
[pajak] dan macam-macam serta harga mata uang berada di tangan DPR-GR.
Inilah prinsip
medezeggenschap atau demokrasi ekonomi dalam sistem ekonomi pancasila kita. Dan
untuk mencek kemudian apakah pemerintah tidak menyimpang dari kehendak DPR-GR,
maka DPR-GR dapat menggunakan pemeriksaan melalui Badan Pemeriksaan Keuangan.
Tentu semuanya
ini di dalam iklim kehidupan kenegaraan di mana rechtszekerheid terjamin. Oleh
karena itu, pasal 27 mewajibkan semua kita (baik penguasa tertinggi maupun
warga negara biasa) menjunjung Hukum.
Di dalam sistem ekonomi yang menjamin
demokasi-ekonomi maka tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak (pasal 27). Hak atas pekerjaan tidaklah melulu privilege
suatu kliek atau golongan tertentu. Semua berhak memperoleh equal opportunity.
Akan tetapi manakala ia jatuh terlantar menjadi fakir miskin, maka naluri
kemanusiaan kita, sesuai jiwa Pancasila, menugaskan kepada negara untuk memelihara
mereka yang terlantar itu (pasal 34).
Prinsip
demokrasi ekonomi juga menjelma dalam pasal 33 "Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluaragaan". Di sini (dalam
pengjelasan tentang UUD) menonjol tekanan pada "masyarakat":
"Produksi dikerjakan di bawah pimpinan atau pemilikan anggotanggota
masyarakat."
Kemakmuran
masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang.
"Masyarakat" tidak sama dengan "negara". Sehingga jelaslah
bahwa sistem ekonomi Pancasila tidak saja menolak free fight liberalism akan
tetapi juga etatisme (ekonomi komando), di mana negara beserta aparatur ekonomi
negara berdomisili penuh dan mematikan inisiatif masyarakat.
Tetapi ini
tidak berarti bahwa negara lalu berpangku-tangan. Pasal 33 juga menekankan bahwa
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai negara. Sedangkan bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung dalam bumi dikuasai negara untuk digunakan bagi kemakmuran rakyat.
Jadi negara
menguasai sektor-sektor yang strategis. Maka dapatlah sistem ekonomi pancasila
ini diumpamakan seperti lalu-lintas di Jakarta. Masing-masing anggota
masyarakat bebas berjalan di jalan-jalan. Akan tetapi dalam kebebasan itu
terkandung pertanggungjawaban untuk mengutamakan kepentingan umum.
Kita tak bisa
sesuka hati tancap gas dan membahayakan lalu-lintas. Karena itu maka peraturan
lalu-lintas harus dipatuhi. Untuk mengatur kelancaran lalu lintas, polisi lalu
lintas menguasai tempat-tempat strategis, seperti simpang empat, lima dan
sebagainya. Polisi lalu lintas tidak menguasai semua jalan, paling-paling
sewaktu ia mencek dan mengontrol. Jalan yang kita pijak, hawa yang kita hirup,
sungguh pun kita jalani, adalah bukan milik individu, tetapi milik negara.
Maka begitulah
secara sederhana sistem ekonomi Pancasila. Ia tidak ketat seperti sistem
ekonomi etatisme ala Uni Sovyet, tidak pula liberal ala Amerika Serikat. Ia
adalah kebebasan dengan tanggungjawab, keteraturan tanpa mematikan inisiatif
rakyat, mengejar masyarakat yang adil dan makmur atas landasan demokrasi
ekonomi.
Sistem Ekonomi
Pancasila (SEP) merupakan sistem ekonomi yang digali dan dibangun dari
nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat Indonesia. Beberapa prinsip dasar yang
ada dalam SEP tersebut antara lain berkaitan dengan prinsip kemanusiaan,
nasionalisme ekonomi, demokrasi ekonomi yang diwujudkan dalam ekonomi
kerakyatan, dan keadilan.
Sebagaimana
teori ekonomi Neoklasik yang dibangun atas dasar faham liberal dengan mengedepankan nilai individualisme dan
kebebasan pasar (Mubyarto, 2002: 68), SEP juga dibangun atas dasar nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat Indonesia, yang bisa berasal dari nlai-nilai agama,
kebudayaan, adat-istiadat, atau norma-norma, yang membentuk perilaku ekonomi
masyarakat Indonesia. Suatu perumusan lain mengatakan bahwa : “Dalam Demokrasi
Ekonomi yang berdasarkan Pancasila harus dihindarkan hal-hal sebagai berikut:
Sistem free
fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain
yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan
kelemahan structural ekonomi nasional dan posisi Indonesia dalam perekonomian
dunia.
Sistem
etatisme dalam arti bahwa negara berserta aparatus ekonomi negara bersifat
dominan, mendesak dan mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit ekonomi
diluar sektor negara.
Persaingan
tidak sehat serta pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam berbagai
bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat dan cita-cita keadilan
sosial.” (GBHN 1993).
Seorang pakar
senior lain mengatakan bahwa terdapat 5 ciri pokok dari sistem ekonomi
Pancasila yaitu : (Mubyarto, 1981).
- Pengembangan koperasi
penggunaan insentif sosial dan moral.
- Komitmen pada upaya
pemerataan.
- Kebijakan ekonomi
nasionalis
- Keseimbangan antara
perencanaan terpusat
- Pelaksanaan secara
terdesentralisasi
Ciri – Ciri Ekonomi Pancasila
Yang menguasai
hajat hidup orang banyak adalah negara atau pemerintah. Contoh hajad hidup
orang banyak yakni seperti air, bahan bakar minyak atau BBM, pertambangan atau
hasil bumi, dan lain sebagainya.
Peran negara
adalah penting namun tidak dominan, dan begitu juga dengan peranan pihak swasta
yang posisinya penting namun tidak mendominasi. Sehingga tidak terjadi kondisi
sistem ekonomi liberal maupun sistem ekonomi komando. Kedua pihak yakni
pemerintah dan swasta hidup beriringan, berdampingan secara damai dan saling
mendukung.
Masyarakat adalah bagian
yang penting di mana kegiatan produksi dilakukan oleh semua untuk semua serta
dipimpin dan diawasi oleh anggota masyarakat.
Modal atau pun buruh tidak
mendominasi perekonomian karena didasari atas asas kekeluargaan antar sesama
manusia.
Undang-Undang Dasar 1945 dan
Pembangunan di Bidang Ekonomi
UUD 1945 menegaskan di
dalam pembukaanya bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk
memajukan kesejahteraan umum. Penegasab di atas tidak terlepas dari pokok
pikiran yang terkandung dalam pembukaan yaitu bahwa negara hendak mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Karena
pembukaan UUD 1945 bserta seluruh pokok-pokok pikiran yang terkandung di
dalamnya menjiwai Batang Tubuh UUD, maka tujuan itupun dijabarkan lebih lanjut
dalam pasal-pasal seperti dalam pasal 23, pasal 27 serta pasal 33 dan 34. namun
demikian, diantara pasal-pasal yang paling pokok dan melandasi usaha-usaha
pembangunan di bidang ekonomi pasal 33.
Pasal 33 tersebut
menyatakan sebagai berikut :
- Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekelurgaan.
- Cabang-Cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara.
- Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Mengenai pasal
ini penjelasan UUD mengatakan : “ Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi
ekonomi, produksi di kerjakan oleh semua. Untuk semua di bawah pimpinan atau
pemikiran anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang di
utamakan, bukan kemakmuran orang-seorang, sebab itu perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang
sesuai dengan itu adalah koperasi.
Perekonomian
berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang mengusai hidup orang
banyak dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tuympuk produksi jatuh ketangan
orang-orang yang banyak ditindasinya. Hanya perusaan yang tidak mengusasi hajat
hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-orang.
Bumi dan air
dan kekayaan alam terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat.
Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Pasal 33 UUD
1945 merupakan pasal yang amat penting karena pasal ini menjadi landasan dan
pangkal tolak bagi pembangunan ekonomi. Bahwa masalah perekonomiandi cantumkan
dalam suatu pasal di bawah Bab mengenai Kesejahteraan Sosial, mempunyai makna
yang dalam dan menunjukan dengan jelas bahwa tujuan ekonomi nasional adalah
untuk kesejahteraan sosial dan kemakmuran bagi rakyat banyak dan bukan untuk orang
perorangan atau suatu golongan. Dalam pasal 33 UUD 1945 ini pula di tegaskan
asas demokrasi ekonomi dalam dalam perekonomian Indonesia.
Berdasarkan
pasal 33 UUD 1945 tersebut, GBHN menggariskan bahwa pembangunan di bidang
ekonomi yang di dasarkan kepada Demokrasi Ekonomi menentukan bahwa masyarakat
harus memegang peranan aktif dalam kegiatan pembangunan. Sedangkan Pemerintah
berkewajiban memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi
serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha. Sebaliknya
dunia usaha perlu memberikan tangggapan terhadap pengarahan dan bimbingan serta
penciptaan iklim tersebut dengan sigiat-giatnya yang nyata. Demokrasi ekonomi
sebagai dasar pelaksanaan pembangunan memiliki ciri-ciri positif yang perlu
terus menerus dipupuk dan dan di kembangkan.
Ciri-ciri positif tersebut
adalah sebagai berikut :
1.
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas
asas kekeluargaan.
2.
Cabang-cabang yang penting bagi negara dan menguasai hajat
hidup orang banyak di kuasai oleh Negara.
3.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di
kuasai oleh Negara dan di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4.
Sumber-sumber Kekayaan dan keungan Negara digunakan dengan
permufakatan lembanga-lembaga Perwakilan Rakyat, serta pengawasan terhadap
kebijaksanaannya ada pada lembaga-lembaga Perwakilan Rakyat pula.
5.
Warga negara memiliki kebebasan dalam memilikh dalam memilih
pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak dan penghidupan yang layak.
6.
Hak milik perorangan diakui dan dimanfaatjannya tidak boleh
bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
7.
Potensi, inisiatif dan daya kreasi warga Negara
diperkembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan
umum.
8.
Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara.
Sebaliknya, dalam
Domokrasi Ekonomi harus dihindari timbulnya ciri-ciri negatif sebagai berikut :
- Sistem free Fight
Liberalime yang membutuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain
yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan
kelemahan stuctural posisi Indonesia dalam ekonomi dunia.
- Sistem etatisna dalam
nama Negara beserta aparatur ekonomi Negara bersifat dominant serta
mendesak dan mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi sector Negara.
- Pemusatan kekuatan
ekonomi pada suatu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan
masyarakat.
Dalam mengembangkan
kopresi, Presiden mengatakan dalam pidato kenegaraan tanggal 16 Agustus 1983 :
“Dalam rangka mendorong prakarsa dan partisipasi rakyat itu, pengembangan
koperasi merupakan usaha yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dalam tanggung
jawab kita bersama untuk melaksanakan semangat dan kehendak pasal 33 UUD. Dalam
Repelita IV koperasi harus semakin l;uas dan berakar alam masyarakat, sehinga koperasi
secara bertahap dapat menjadi salah satu sokoguru perekonomian nasional kita.
Untuk itu peranan dan usaha koperasi perlu ditingkatkan dan diperluas bebagai
sector. Seperti sector pertaniaan, perindustrian, perdagangan, angkutan,
kelistrikan, dan lain-lain. Dalam rangka mempercepat pertumbuhan koperasi
dibergaigai bidang tadi, maka akan di dorong dan dikembangkan kerjasama anatara
koperasi dengan usaha swasta dan usaha Negara. Di samping itu juga kita
akanlanjutkan penggunaan koperasi fungsional seperti koperasi buruh dan
kariawan perusahaan, koperasi pegawai negeri, koperasi mahasiswa dan sebagainya
sehingga koperasi makin memasyarakat dan makin membudaya.
Dengan
demikian terhadapt tiga unsur penting dalam tata perekonomian yang di susun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dalam Demokrasi Ekonomi
yang sector Negara, sector swasta dan koperasi. Ketiga sector ini harus
dikembangkan secara serasi dan mantap.
2.2
DESKRIPSI PEMIKIRAN MOHAMMAD HATTA
Bung Hatta adalah salah
satu the founding father dan tokoh proklator republik indonesia bersama
soekarno. Dalam sejarah percaturan politik dan pemikiran politik di indonesia
pada masa kolonialisme dan pendudukan jepang serta pada era kemerdekaan mereka
menjadi aikon bangsa indonesia dalam merancang indonesia yang merdeka dan
beraulat, berkesejahteraan.
Sekilas
menelusuri kehidupan pribadi Hatta (1902-1980), keluarganya, serta pendidikan
dan perjuangan politiknya sangat penting karena sangat berpengaruh dalam bentuk
cara berpikir. Hatta ketika kecil di Minangkabau terjaadi gejolak dan
peperangan akibat prilaku kolonial belanda banyak berbuat tidak adil dan
semena-mena pada rakyat.sehingga berakhir pada peperangan antara nagari kamang
bukittiggi dengan pmerintah kolonial belanda pada 1908. Hatta disekolahkan oleh
orang tuanya di Sekolah Rakyat, hanya tiga tahun ia pindah kesekolah belanda, yakni
Europese Lagere School (ELS). Kemudian dia kuliah di belanda di Handels
Hoogere School, dengan mengambil jurusan ekonomi perdagangan. Perjuangan Hatta
pada pergulatan politik yang mempengaruhi pembentukkan kepribadiannya adalah
ikut terlibat dalam kegiatab Jon Sumatrane Bon (JSB), serta pergaulannya dengan
orang terkemuka di jakarta. Antara lain H Agus Slamim, Abdoel Moeis. Dibelanda
Hatta pernah memimpin Perhimpunan Indonesia (PI), melalui organisasi ini dia
menegaskan perlunya sikap Non kooperatif untuk mengusir imperialisme Belanda
demi tercapainya indonesia merdeka. Melalui semboyan “indonesia merdeka
sekarang juga” Hatta menghadiri forum internasional atau kongres anti
inperialisme. Pada kongres anti imperialisme di Brussel pada 1927 dia
berkenalan dengan tokoh dari belahan negara lain seperti tokoh pergerakn India
Pandit Jawarha Nehru.
Atas hasil pergulatannya
dengan dunia luar dan dalam negri Bung Hatta menjadi tokoh yang menakutkan bagi
Belannda dengan ketajaman berpikirnya.[2] Memang menyelami pemikiran politik
Hatta tentang politik keindonesia barat menyelam samudra luas. Begitu luas pemahaman
yang beliau sumbangkan tentang konsep Negara yang ideal bagi tegaknya indosesia
yang beradab, mandiri, dan sejahtera. Ada beberapa hal penting pemikiran
politik Bung Hatta yang tersohor tentang “Demokrasi Ekonomi” yang mendampingi
“demokrasi politik” antara lain: Menurut Hatta kerakyatan dalam sistem
ekonomi mengetengahkan pentingnya pengutamaan kepentingan rakyat, khusunya
hajat hidup orang banyak, yang bersumber pada kedaulatan rakyat atau demokrasi.
Oleh karena itu tidak berlaku sisem “ortodoksi ekonomi” sebagaimana pula
demokrasi politik menolak “otokrasi politik”.
Dalam demokrasi ekonomi
yang diajukan Bung Hatta berlaku “parisipasi ekonomi”, dan “emansipasi
ekonomi”. Denokrasi itulah yang dimaksudnnya yang bermakna pada paham
kerakyatan, bahwa rakyat adalah berdaulat. Bagaimana menegakkan dan menciptakan
suatu masyarakat yang baik dan sejahterah. Untuk mencapai itu menurut Hatta,
Pertama, harus ada jiwa dan semangat tolong menolong antara anggota dan warga
masyarakat. Kedua, negara (politik) harus bersifat aktif dan tidak hanya
menyerahkan sepenuhnya persoalan ekonomi kepada mekanisme pasar swasta dan
koperasi. Bagi Bung Hatta kondisi seperti itu bisa menciptakan efisiensi yang
tinggi sehingga mampu mengantarkan masyarakat pada tingkat kesejahteraan yang
diharapkan. Atas pemikiran itu Hatta di juluki sebaga bapak kedaulatan, bapak
koperasi (ekonomi) bangsa ini.
Atas pemikiran
politik tentang kedaulatan rakyat tersebut Bung Hatta mengalami tudingan oleh
kawan-kawan seperjuangannya dan para analisis tentang pokok ajaran pikirannya
tentang demokrasi politik dan demokrasi ekonomi dikemudian hari. Misalnya dalam
konteks pemikiran islam perannya dalam menghapus tujuh kata Piagam jakarta
menjelang proklamasi kemerdekaan, telah menyebabkan dirinya tidak sebagai kelompk
islam. Misalnya Ki Bagus Hadikusumo, Abdul Khar Muzakkar, M. Natsir, Syafruddin
Prawira Negara dan lain-lain. Mengatakan sebagai “kelompok nasionalis” seperti
Soekarno, dan Sjahrir. Hatta juga dicap sebagai kelompok “Nasionalis Sekuler”
sebagai antitesis dari nasionalis islam. Demikian yang dikatakan TH. Sumartana dan
MC Ricklefs. Lain dari pada itu, Endang Saifunddi Anshari mengatakan Hatta
adalah “nasionalis muslim sekuler.
2.3 TUJUAN SISTEM EKONOMI
Tujuan sistem ekonomi
suatu bangsa atau suatu negara pada umumnya meliputi empat tugas pokok:
- Menentukan apa,
berapa banyak dan bagaimana produk-produk dan jasa-jasa yang dibutuhkan
akan dihasilkan.
- Mengalokasikan produk
nasional bruto (PNB) untuk konsumsi rumah tangga, konsumsi masyarakat,
penggantian stok modal, investasi.
- Mendistribusikan
pendapatan nasional (PN), diantara anggota masyarakat : sebagai upah/
gaji, keuntungan perusahaan, bunga dan sewa.
- Memelihara dan
meningkatkann hubungan ekonomi dengan luar negeri. (Grossman, Gregoary,
1967).
Tujuan dan Sasaran
Demokrasi Ekonomi Indonesia
Menurut San Afri Awang
Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, tujuan utama penyelenggaraan
demokrasi ekonomi pada dasarnya adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia melalui peningkatan kemampuan masyarakat dalam
mengendalikan jalannya roda perekonomian. Bila tujuan utama ekonomi kerakyatan
itu dijabarkan lebih lanjut, maka sasaran pokok ekonomi kerakyatan dalam garis
besarnya meliputi lima hal berikut:
- Tersedianya peluang
kerja dan penghidupan yang layak bagi seluruh anggota masyarakat.
- Terselenggaranya sistem
jaminan sosial bagi anggota masyarakat yang membutuhkan, terutama fakir
miskin dan anak-anak terlantar.
- Terdistribusikannya
kepemilikan modal material secara relatif merata di antara anggota
masyarakat.
- Terselenggaranya
pendidikan nasional secara cuma-cuma bagi setiap anggota masyarakat.
- Terjaminnya
kemerdekaan setiap anggota masyarakat untuk mendirikan dan menjadi anggota
serikat-serikat ekonomi.
Agar tetap
bisa mengikuti perkembangan zaman, koperasi harus bisa memberikan sumbangan
nyata kepada pemberdayaan ekonomi rakyat. Jika hal ini tidak dilakukan maka
koperasi yang diharapkan akan menjadi sokoguru perekonomian nasional tidak akan
mampu untuk bersaing dengan pelaku ekonomi lain baik pemerintah maupun swasta.
Tujuan yang diharapkan dari penerapan Sistem Demokrasi
Ekonomi Indonesia
- Membangun Indonesia
yang berdikiari secara ekonomi, berdaulat secara politik, dan
berkepribadian yang berkebudayaan
- Mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan
- Mendorong pemerataan
pendapatan rakyat
- Meningkatkan efisiensi
perekonomian secara nasional
Ciri-ciri Positif Demokrasi Ekonomi
- Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan
- Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hiduporang
banyak dikuasai oleh negara
- Bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
- Fakir miskin dan
anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara
- Setiap warga negara
diberi kebebasan untuk memilih dalam menentukan pekerjaan dan penghidupan
yang layak.
- Hak milik
perseorangan diakui, tetapi dalam batas pemanfaatannya tidak bertentangan
dengan kepentingan umum
- Penggunaan
sumber-sumber keuangan dan kekayaan negara atas permufakatan
lembaga-lembaga perwakilan rakyat, sedangan pengawasan dan kebijakannya
ada pada lembaga-lembaga perwakilan rakyat, dan
- Potensi inisiatif,
serta daya kreasi setiap warga negara dikembangkan sepenuhnya dalam
batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
Ciri-ciri negatif yang harus
dihindari dalam demokrasi ekonomi
- Sistem persaiangan
bebas (free fight liberalism) yang akan menyebabkan homo homini
lupus
- Sistem etatisme yang
memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk mendominasi perekonomian
sehingga akan mematikan potensi dan daya kreasi masyarakat
- Sistem monopoli yang
memusatkan kekuasaan ekkonomi pada satu kelompok yang akan merugikan
masyarakat.
2.4
STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA
Berdasarkan
tinjauan makro-sektoral perekonomian suatu negara dapat berstruktur agraris (agricultural),
industri (industrial), niaga (commercial) hal ini tergantung pada
sector apa atau mana yang dapat menjadi tulang punggung perekonomian negara
yang bersangkutan.
Pergeseran
struktur ekonomi secara makro-sektoral senada dengan pergeserannya secara
keuangan (spasial). Ditinjau dari sudut pandang keuangan (spasial), struktur
perekonomian telah bergeser dari struktur pedesaan menjadi struktur perkotaan
modern.
Struktur
perekonomian indoensia sejak awal orde baru hingga pertengahan dasa warsa
1980-an berstruktur etatis dimana pemerintah atau negara dengan BUMN dan BUMD
sebagai perpanjangan tangannya merupakan pelaku utama perekonomian Indonesia.
Baru mulai pertengahan dasa warsa 1990-an peran pemerintah dalam perekonomian
berangsur-angsur dikurangi, yaitu sesudah secara eksplisit dituangkan melalui
GBHN 1988/1989 mengundang kalangan swasta untuk berperan lebih besar dalam
perekonomian nasional.
Struktur
ekonomi dapat pula dilihat berdasarkan tinjauan birokrasi pengambilan
keputusan. Berdasarkan tinjauan birokrasi pengambilan keputusannya dapat
dikatakan bahwa struktur perekonomian selama era pembangunan jangka panjang
tahap pertama adalah sentralistis. Dalam struktur ekonomi yang sentralistik,
pembuatan keputusan (decision-making) lebih banyak ditetapkan pemerintah pusat
atau kalangan atas pemerintah (bottom-up).
Perubahan Struktur Ekonomi
Pembangunan
ekonomi dalam jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan
membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional
dengan pertanian sebagai sector utama ke ekonomi modern yang didominasi sector
non primer, khususnya industri manufaktur dengan increasing return to scale
(relasi positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas) yang
dinamis sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi (Weiss, 1988).
Meminjam istilah Kuznets,
perubahan struktur ekonomi umum disebut transformasi structural dan dapat
didefinisikan sebagai rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan
lainnya dalam komposisi permintan agregat, perdagangan luar negeri (ekspor dan
impor), dan penawaran agregat (produksi dan penggunaan factor-faktor produksi
seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Chenery, 1979).
1.
Teori
Teori perubahan structural
menitikberatkan pembahasan pada mekanisme transformasi ekonomi yang dialami
oleh negara-negara sedang berkembang, yang semula bersifat subsisten (pertanian
tradisional) dan menitikberatkan sector pertanian menuju struktur perekonomian
yang lebih modern yang didominasi sector non primer, khususnya industri dan
jasa. Ada 2 teori utama yang umum
digunakan dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi yakni dari Arthur Lewis
(teori migrasi) dan Hollis Chenery (teori transformasi structural).
Teori Arthur Lewis pada
dasarnya membahas proses pembangunan ekonomi yang terjadi di pedesaan dan
perkotaan (urban). Dalam teorinya, Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu
negara pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu perekonomian modern di perkotaan
dengan industri sebagai sector utama. Di
pedesaan, karena pertumbuhan penduduknya tinggi, maka kelebihan suplai tenaga
kerja dan tingkat hidup masyarakatnya berada pada kondisi subsisten akibat
perekonomian yang sifatnya juga subsisten. Over supply tenaga kerja ini
ditandai dengan nilai produk marjinalnya nol dan tingkat upah riil yang rendah.
Di dalam kelompok
negara-negara berkembang, banyak negara yang juga mengalami transisi ekonomi
yang pesat dalam tiga decade terakhir ini, walaupun pola dan prosesnya berbeda
antar negara. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan antar negara dalam sejumlah factor-faktor internal berikut:
- Kondisi dan struktur
awal dalam negeri (economic base)
- Besarnya pasar dalam
negeri
- Pola distribusi
pendapatan
- Karakteristik
industrialisasi
- Keberadaan SDA
- Kebijakan perdagangan
LN
Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Subandi, dalam bukunya
Sistem Ekonomi Indonesia, menulis bahwa factor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi Indonesia secara umum, adalah:
1.
Factor produksi
2.
Factor investasi
3.
Factor perdagangan luar negeri dan neraca pembayaran
4.
Factor kebijakan moneter dan inflasi
5.
Factor keuangan negara
Sedangkan
Tambunan, dalam bukunya Perekonomian Indonesia, menulis bahwa di dalam
teoti-teori konvensional, pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh
ketersediaan dan kualitas dari factor-faktor produksi seperti SDM, kapital,
teknologi, bahan baku, enterpreneurship dan energi. Akan tetapi, factor penentu
tersebut untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang, bukan pertumbuhan jangka
pendek.
Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini
akan lebih baik, sama atau lebih buruk dari tahun 2000 lebih ditentukan oleh
factor-faktor yang sifatnya lebih jangka pendek, yang dapat dikelompokkan ke
dalam factor internal dan eksternal.
Factor eksternal
didominasi oleh factor-faktor ekonomi, seperti perdagangan internasional dan
pertumbuhan ekonomi kawasan atau dunia.
1.
Faktor-faktor Internal
a.
Factor ekonomi, antara lain:
- Buruknya fundamental
ekonomi nasional
- Cadangan devisa
- Hutang luar negeri dan
ketergantungan impor
- Sector perbankan dan riil
- Pengeluaran konsumsi
b.
Faktor non ekonomi, antara lain:
-
Kondisi politik, social dan keamanan
-
PMA dan PMDN
-
Pelarian modal ke luar negeri
-
Nilai tukar rupiah
2.
Faktor-faktor Eksternal
-
Kondisi perdagangan dan perekonomian regional atau dunia
2.5
EVOLUSI EKONOMI INDONESIA
Krisis ekonomi adalah
proses penyesuaian suatu struktur perekonomian dalam proses evolusinya. Krisis
ekonomi mendorong adanya koreksi dari beberapa ekonom sebagai mekanisme adaptasi
alamiah untuk memperbaiki “kinerja” perekonomian saat ini. Setiap koreksi
merupakan bagian dari proses penyesuaian perekonomian Indonesia terhadap
perubahan lingkungan.
Serupa dengan evolusi
alamiah mekanisme koreksi dapat berupa proses anagenesis dan cladeogenesis.
Pendekatan koreksi terhadap bagian-bagian tertentu dalam suatu sistem
perekonomian serupa dengan proses cladeogenesis. Hal ini tampak jelas dalam
perekonomian Indonesia pasca krisis 1998. Sementara, pendekatan koreksi
terhadap sistem sampai dengan landasan epistimologis ilmu ekonomi merupakan
proses koreksi yang serupa dengan proses anagenesis. Kondisi ini pernah terjadi
pada peralihan sistem ekonomi orde lama ke orde baru.
Umumnya para ekonom yang
masih mempercayai prinsip-prinsip ekonomi ortodoks yang menempatkan manusia
sebagai makhluk ekonomi yang rasional menggunakan pendekatan pertama dalam
melakukan koreksi terhadap perekonomian. Koreksi terhadap perekonomian dalam
pendekatan ini diprioritaskan untuk memperbaiki kinerja sistem perekonomian
tanpa meninggalkan prinsip-prinsip dasar homoeconomicus dalam implementasinya.
Perbaikan institusi perekonomian baik infrastruktur maupun suprastruktur
perekonomian menjadi jalan utama dalam mengkoreksi perekonomian dari krisis
ekonomi.
Pendekatan kedua dilakukan
melalui pendekatan yang mengkoreksi prinsip-prinsip dalam sistem perekonomian
namun juga terhadap metodologi ilmu ekonomi. Para ekonom dengan yang
menggunakan pendekatan ini umumnya menolak asumsi rasionalitas yang melekat
secara inheren pada mazhab ekonomi ortodoks. Contoh terkini bagaimana
implementasi pendekatan kedua ini adalah pembentukkan Grameen Bank di
Bangladesh.
Apa yang terjadi di
Grameen Bank serupa dengan yang pernah dirintis oleh para ekonom seperti
Mubyarto, Dawam Rahardjo dan Sri Edi Swasono. Para ekonom tersebut memiliki
perspektif berbeda tentang cara perekonomian Indonesia bekerja dengan metode
yang “sangat Indonesia” dan berbeda dengan metode rasionalitas dalam ilmu
ekonomi ortodoks. Pendekatan alternatif ini dalam beberapa publikasi dikenal
dengan ekonomi pancasila dan demokrasi ekonomi. Dua pendekatan heteorodoks ini
diperkenalkan oleh dua ekonom senior dari dua Fakultas Ekonomi terpandang di
negeri ini.
Berdasarkan konteks di
atas pertanyaan tentang posisi ilmu ekonomi ortodoks maupun heterodoks dalam
proses keparipurnaan evolusi ekonomi Indonesia menjadi relevan. Sebelum
menjawabnya tidak ada salahnya jika kita melihat kondisi saat ini perekonomian
Indonesia. Kondisi saat ini perekonomian Indonesia yang sering pula disebut oleh
sebagai hadiah-hadiah masa lalu dari seluruh proses evolusi baik secara
anagenesis maupun cladeogenesis. Anagenesis terjadi pada saat perubahan
perekonomian orde lama ke orde baru, sementara koreksi sistem perekonomian
pasca krisis tahun 1998 menggambarkan cladeogenesis pada perekonomian
Indonesia. Selain kondisi saat ini, hal yang tidak kalah pentingnya untuk
dipertimbangkan adalah potensi dan lingkungan ekonomi Indonesia di masa depan.
Pada situasi seperti
inilah ada baiknya kita melihat bagaimana perkembangan aplikasi ilmu ekonomi
heteodoks yang digagas oleh Muhammad Yunus di Bangladesh melalui Grameen
Banknya. Dalam berbagai catatan perkembangan Grameen Bank-nya terdapat salah
satu simpulan penting yang dapat diangkat yaitu Muhammad Yunus meskipun belum
mampu mengembangkan ilmu ekonomi heterodoks yang sesuai dengan negaranya namun
beliau mampu mengembangkan aplikasi ilmu ekonomi heterodoks di Bangladesh.
Proses tersebut tidak terlepas dari adaptasi baik yang dilakukan oleh Muhammad
Yunus melalui pengenalan terhadap kondisi internal masyarakatnya yang memiliki
struktur asumsi berbeda dengan struktur masyarakat dalam ilmu ekonomi
heterodoks.
Lalu bagaimana dengan
Indonesia? Ada baiknya para ekonom mulai lebih jernih dalam melihat persoalan
perekonomian Indonesia. Setiap ekonom harus mampu keluar dari kotak mazhab
mereka masing-masing dalam melihat karakter pelaku ekonomi di Indonesia yang
masih terdiri dari pelaku sektor modern dan sektor tradisional yang saling
diklaim oleh para ekonom ortodoks maupun heterodoks terdapat dalam struktur
ekonomi yang terpisah satu dengan yang lain. Hal tersebut dikonfirmasi oleh
data statistik yang menunjukkan bahwa lebih dari 50% masyarakat Indonesia
bekerja di sektor pertanian yang menyumbang tidak lebih dari 30% dari produktivitas
nasional saat ini.
Kondisi di atas secara
gamblang menunjukkan bahwa anagenesis yang terjadi dalam perekonomian Indonesia
tidak terjadi secara sempurna. Proses anagenesis perekonomian Indonesia terjadi
secara sektoral atau dapat dianalogikan terjadi hanya pada bagian kepala dan
tenggorokan. Kondisi tersebut pasca tahun 1998 ternyata mengalami proses
cladeogenesis yang cepat sehingga membentuk kondisi perekonomian Indonesia
seperti saat ini. Sementara bagian dada, perut dan organ lain dalam perekonomian
Indonesia tampak hanya mengalami cladeogenesis dari struktur perekonomian
Indonesia di awal kemerdekaan.
Sejauh ini solusi yang
ditawarkan oleh para ekonom ortodoks belum optimal mendorong proses anagenesis
perekonomian Indonesia untuk serupa dengan kondisi lingkungan ekonomi baik
regional Asia maupun global. Sementara ddi sisi lain para ekonom heterodoks
masih berusaha mempertahankan bentuk struktur tubuh perekonomian Indonesia sama
seperti kondisi di awal kemerdekaan yang diklaim sebagai kondisi ideal ekonomi
Indonesia. Pencegahan terhadap proses anagesis menjadi salah satu jalan dalam
mempertahankan kondisi ideal ini.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
- Secara normatif
landasan idiil sistem ekonomi Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945.
- Menurut Hatta
kerakyatan dalam sistem ekonomi mengetengahkan pentingnya pengutamaan
kepentingan rakyat, khusunya hajat hidup orang banyak, yang bersumber pada
kedaulatan rakyat atau demokrasi. Oleh karena itu tidak berlaku sisem
“ortodoksi ekonomi” sebagaimana pula demokrasi politik menolak “otokrasi
politik”.
- Tujuan sistem ekonomi
suatu bangsa atau suatu negara pada umumnya meliputi empat tugas pokok:
a.
Menentukan apa, berapa banyak dan bagaimana produk-produk dan
jasa-jasa yang dibutuhkan akan dihasilkan.
b.
Mengalokasikan produk nasional bruto (PNB) untuk konsumsi
rumah tangga, konsumsi masyarakat, penggantian stok modal, investasi.
c.
Mendistribusikan pendapatan nasional (PN), diantara anggota
masyarakat : sebagai upah/ gaji, keuntungan perusahaan, bunga dan sewa.
d.
Memelihara dan meningkatkann hubungan ekonomi dengan luar
negeri.
- Berdasarkan tinjauan
makro-sektoral perekonomian suatu negara dapat berstruktur agraris (agricultural),
industri (industrial), niaga (commercial) hal ini tergantung
pada sector apa atau mana yang dapat menjadi tulang punggung perekonomian
negara yang bersangkutan.
- Krisis ekonomi adalah
proses penyesuaian suatu struktur perekonomian dalam proses evolusinya.
3.2
Saran
Dari
pembahasan di atas maka kami menyarankan agar para pembaca mengetahui dan
memahami tentang “Demokrasi Ekonomi Indonesia”.
Bagi semua pembaca
khususnya mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa, diharapkan untuk mencontoh
ketauladanan Bung Hatta yang menempatkan kedaulatan rakyat di posisi utama,
karena hidup matinya Indonesia merdeka semuanya bergantung kepada semangat
rakyat.
Akhirnya
makalah ini memang jauh dari sempurna dan semoga makalah ini dapat bermanfaat,
kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kemajuan kita bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Suleman, Zulfikri.
2010. Demokrasi Untuk Indonesia. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara